KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat, hidayah. Serta kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Karya
tulis ini disusun guna memenuhi nilai tugas Mata Pelajaran Sejarah.
Penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang konstruktif penulis harapkan demi kesempurnaan karya
tulis ini.
Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran penulisan karya tulis ini.
Semoga
amal kebaikannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Krisis
moneter yang melanda Indonesia pada awal bulan Juli 1997 menyebabkan beberapa
hal, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang
tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur.
Krisis
moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang
cukup kuat dan juga disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud dengan
fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative rendah, neraca
pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan
cenderung membesar namun jumlahnua masih terkendali, cadangan devisa juga masih
cukup besar. Namun dibalik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti
peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yag
menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang
bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian
sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan
yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian
besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga
krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini
masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak
datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan
yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan
gelombang yang datang mengancam.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya Krisis Ekonomi dan Moneter di Indonesia?
1.2.2.
Dampak Apa saja yang disebabkan oleh
krisis Ekonomi dan Moneter di Indonesia?
BAB II
ISI
2.1. Faktor-Faktor yang menyebabkan Krisis Ekonomi
dan Moneter di Indonesia
Penyebab dari krisis ini bukanlah
fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, tetapi terutama utang
swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor
rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar
AS yang mengalami overshooting yang
sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis
merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari sebuan yang
mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh
temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Krisis ini diperparah
lagi dengan akumulasi dari berbagi faktor penyebab lainnya yang datangnya
saling bersusulan.
Berikut
adalah faktor yang menyebabkan krisis Ekonomi di Indonesia :
2.1.1. Utang Luar Negeri Indonesia
Utang
luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian
merupakan utang swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang
telah menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri
yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang
ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta
persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini terjadi karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
Pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini terjadi karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
2.1.2. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Indonesia. Dalam pasal 33 UUD 1945
tercantum bahwa dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat ditafsirkan bukan merupakan kemakmuran orang per-orang, melainkan kemakmuran seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan. Perekonomian berdasarkan asas demokrasi ekonomi bertujuan untuk menciptakan kemakmuran bagi semua orang. Oleh karena itu, cabang-cabang produksi yang
penting dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Jika tidak maka
akan jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan akan merugikan rakyat.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan pasal 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada
pihak swasta untuk menghancur hutan dan sumber alam kita.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan
menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan
sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Adapun bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi,
antara lain:
1. Terjadi
pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara
otoriter
2. Berbagai
lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani
keinginan pemerintah (presiden)
3. Pemilu
dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk
mengukuhkan kekuasaan presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
4. Terjadi
monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah
untuk membenarkan tindakan – tindakannya.
5. Pembatasan hak
hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6. Pemerintah
campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak
merdeka
7. Pembentukan
lembaga lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang
kemudian menjadi Bakorstanas
8. Terjadi
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala
aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi
9. Monopoli, oligopoli, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
2.1.3. Pola Pemerintahan Sentralis
Semakin
membesarnya cronycapitalism dan sistem politik yang otoriter dan
sentralistik(M. Fadhil Hasan). Jika diartikan secara ekonomis teknis, krisis
bisa disebut sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi yang menjadi merosot. Dan
penyebabnya jika ditinjau dari teori konjungtur, ada dua karakteristik krisis :
1). Krisis
disebabkan tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas
produksi atau underconsumption crisis.
2). Krisis disebabkan terlampau besarnya
investasi yang dipicu modal asing karena tabungan nasional sudah lebih dari
habis untuk berinvestasi. Krisis seperti ini disebut overinvestment, dan ini yang terjadi di Indonesia. Begitulah
beberapa penyebab krismon 98 di Indonesia, yang dampaknya masih terasa sampai
sekarang.
2.2. Dampak yang disebabkan oleh Krisis Ekonomi
dan Moneter di Indonesia
Krisis
moneter berdampak banyak terhadap kelangsungan ekonomi Indonesia, baik dampak
negatif bahkan yang berdampak postif.
2.2.1. Dampak Negatif
Krisis Ekonomi.
a. Semakin
melemahnya kurs rupiah terhadap kurs dollar Amerika tanggal 1 Agustus 1997.
b. Pemerintah
melikuidasi enam belas bank yang bermasalah.
c. Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang di bentuk pemerintah untuk mengawasi
puluhan bank bermasalah dengan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(LKBI), menyebabkan manipulasi besar-besaran karena harga LKBI yang murah.
Usaha yang diberikan pemerintah ini tidak memberikan hasil karena pinjaman bank
bermasalah tersebut semakin membesar. Oleh karena itu, pemerintah harus
menanggung utang yang sangat besar.
d. Kepercayaan
Internasional terhadap Indonesia menurun.
e. Perusahaan
milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang yang akan atau
bahkan telah jatuh tempo.
f. Angka
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan yang
melakukan efisiensi ataupun menghentikan kegiatan sama sekali.
g. Persediaan
barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada
akhir tahun 1997. Akibatnya, harga naik tak terkendali dan biaya hidup semakin
tinggi.
2.2.2. Dampak Positif
Krisis Ekonomi.
a. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena
setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun
dapat dilihat secara konkrit
b. Indonesia mengubah ststus dari Negara
pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
c. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti
dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pemerintahan orde baru merupakan
pemerintahan yang dipimpin oleh presiden Soeharto selama 32 tahun.Dimana
presiden Soeharto bertekat akan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Tetapi kenyataanya ini tidak terlaksana dengan baik, bahkan
banyak terjadi penyelewengan pada berbagai macam bidang yang
mengakibatkan pemerintahan orde baru ini runtuh. Jatuhnya pemerintahan ini
diawali dengan krisis moneter yang sangat menyengsarakan rakyat.
Dengan
demikian, dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa :
1. Faktor
penyebab krisis moneter terjadi akibat jumlah utang luar negeri yang sangat
besar, adanya penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33,
dan juga akibat pola pemerintahan yang sentralis.
2. Krisis
moneter mengakibatkan berbagai dampak bagi kehidupan masayarakat Indonesia,
baik dampak yang kebanyakan negatif tapi juga ada dampak yang positif.
3.2. SARAN
Pemerintahan
memiliki peran penting dalam menjalankan kehidupan Ekonomi. Kunci utama dalam
Ekonomi yang baik adalah dengan tidak adanya KKN. Pemerintah juga harus lebih
selektif dalam memberikan pinjaman terhadap Bank swasta ataupun perusahaan
swasta yang mengalami kekurangan modal atau bahkan akan bangkrut, karena hal
tersebut dapat menjadikan boomerang bagi
Ekonomi dalam negeri, yaitu meningkatnya utang nasional terhadap luar negeri.
Destina Desy Dianita/XII IA 5/06
0 comments:
Post a Comment